Jumat, 18 Januari 2019

Inilah Cerita Masjid Tertua di Lampung Bertahan dari Letusan Dahsyat Gunung Krakatau

Masjid Jami Al-Anwar diketahui menjadi masjid paling tua di Propinsi Lampung serta masih tetap bertahan sampai saat ini. Masjid ini jadi saksi bisu letusan dahsyat Gunung Krakatau di Selat Sunda pada 1883, walau waktu itu sudah sempat rusak serta telah diperbaiki seringkali.

Berdasarkan catatan di beberapa sumber, sekurang-kurangnya masjid ini telah ada semenjak 1839 atau telah berperan semenjak seputar 180 tahun kemarin meskipun sebelumnya cuma berbentuk surau atau langgar kecil.

Masjik ini terdapat di Jalan Laksamana Malahayati Nomer 100 Kelurahan Kangkung, Kecamatan Teluk Betung Selatan, Kota Bandar Lampung. Tempatnya dikit ke tepi dari pusat usaha di lokasi Telukbetung, Bandar Lampung, tidak jauh dari pusat berbelanja oleh-oleh kuliner ciri khas Lampung di seberangnya.
Masjid ini pula mempunyai banyak peninggalan bersejarah yang masih tetap ada sampai saat ini. Pemerintah Propinsi Lampung lewat Kantor Lokasi Departemen Agama Propinsi Lampung bahkan juga mengambil keputusan masjid ini menjadi masjid paling tua serta bersejarah di Bandar Lampung yang tertuang di SK Nomer: Wh/2/SK/147/1997.

Menurut pembicaraan Sumanta (51), salah satunya pengurus Masjid Jami Al-Anwar, semenjak enam tahun waktu lalu, masjid ini paling tua di Propinsi Lampung, bahkan juga berdiri sebelum Gunung Krakatau meletus, 26-27 Agustus 1883.

"Gunung Krakatau kan meletusnya tahun 1883, masjid ini telah ada semenjak tahun 1839, tapi menurut info waktu itu masih tetap berupa surau," tutur Sumanta, waktu didapati di Masjid Jami Al-Anwar, baru saja ini, dikutip Pada.

Catatan riwayat, masjid ini dibuat oleh ulama pendatang yang datang dari Pulau Sulawesi dari Suku Bugis. Saat berupa surau, masjid ini dipakai oleh beberapa ulama itu untuk perkumpulan mengaji, dengan ulama serta penduduk ditempat yang lain.

"Awalannya dibuat oleh beberapa ulama dari Pulau Sulawesi yang lalu hadir ke Lampung, yakni Daeng Muhammad Ali, K.H. Muhammad Said, serta H. Ismail. Sesudahnya, mereka membangun surau untuk mengaji bersama dengan ulama serta siapa juga penduduk yang ingin mengaji bersama dengan," katanya.
Read more:



Surau lalu alami beberapa perbaikan serta pelebaran bangunan hingga membuat masjid. Perbaikan awal dikerjakan lima tahun sesudah Gunung Krakatau meletus.

Seputar 1888, beberapa ulama bersama dengan penduduk langsung membangun masjid yang lebih permanen pada tahun itu, lantas diteruskan perbaikan, termasuk juga yang dikerjakan pada 1972, serta paling akhir pada 2015.

"Untuk renovasinya, waktu Gunung Krakatau meletus, musalanya rusak cuma tersisa tiang-tiangnya. Jadi pada tahun 1888, menurut info, perbaikan dikerjakan dengan masih menjaga enam tiang yang ada. Enam tiang itu memvisualisasikan Rukun Iman," katanya.

Pada 1972, masjid diperbaiki kembali dengan memperluas bangunan jadi semakin besar sebab jamaah yang hadir waktu Salat Jumat serta hari-hari besar makin banyak banyaknya.

Paling akhir, perbaikan serta perbaikan masjid ini dikerjakan seputar 2015 sampai 2016. Yang ditukar cuma atap masjid, awalannya genting biasa jadi seng baja.

Dalam buku berjudul "Masjid-Masjid Bersejarah di Indonesia" karya Abdul Baqir Zein pada 1999, ke enam tiang masjid yang dibuat pada 1888 dibikin bukan memakai semen, tetapi kombinasi telur ayam serta kapur.

Sesudah itu, masjid itu diberi nama Masjid Al-Anwar yang berarti bersinar. Nama itu diinginkan masjid itu bisa jadi sumber sinar kehidupan yang bisa menerangi umat serta digunakan sampai saat ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar